Sunnah Nabi yang mulai tidak
dilaksanakan oleh segelintir kaum muslim adalah mengeraskan suara ketika dzikir
setelah selesai menunaikan shalat fardlu berjama'ah.
و حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا هِشَامٌ
عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ قَالَ كَانَ ابْنُ الزُّبَيْرِ يَقُولُ فِي دُبُرِ كُلِّ
صَلَاةٍ حِينَ يُسَلِّمُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ
لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ لَا حَوْلَ
وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا
إِيَّاهُ لَهُ النِّعْمَةُ وَلَهُ الْفَضْلُ وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ لَا
إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
وَقَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُهَلِّلُ
بِهِنَّ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ و حَدَّثَنَاه أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ
حَدَّثَنَا عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِي
الزُّبَيْرِ مَوْلًى لَهُمْ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الزُّبَيْرِ كَانَ يُهَلِّلُ
دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ بِمِثْلِ حَدِيثِ ابْنِ نُمَيْرٍ وَقَالَ فِي آخِرِهِ ثُمَّ
يَقُولُ ابْنُ الزُّبَيْرِ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يُهَلِّلُ بِهِنَّ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ و حَدَّثَنِي يَعْقُوبُ بْنُ
إِبْرَاهِيمَ الدَّوْرَقِيُّ حَدَّثَنَا ابْنُ عُلَيَّةَ حَدَّثَنَا الْحَجَّاجُ
بْنُ أَبِي عُثْمَانَ حَدَّثَنِي أَبُو الزُّبَيْرِ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ
بْنَ الزُّبَيْرِ يَخْطُبُ عَلَى هَذَا الْمِنْبَرِ وَهُوَ يَقُولُ كَانَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا سَلَّمَ فِي دُبُرِ
الصَّلَاةِ أَوْ الصَّلَوَاتِ فَذَكَرَ بِمِثْلِ حَدِيثِ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ و
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ سَلَمَةَ الْمُرَادِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
وَهْبٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَالِمٍ عَنْ مُوسَى بْنِ عُقْبَةَ
أَنَّ أَبَا الزُّبَيْرِ الْمَكِّيَّ حَدَّثَهُ أَنَّهُ سَمِعَ عَبْدَ اللَّهِ
بْنَ الزُّبَيْرِ وَهُوَ يَقُولُ فِي إِثْرِ الصَّلَاةِ إِذَا سَلَّمَ بِمِثْلِ
حَدِيثِهِمَا وَقَالَ فِي آخِرِهِ وَكَانَ يَذْكُرُ ذَلِكَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah bin Numair telah
menceritakan kepada kami ayahku telah
menceritakan kepada kami Hisyam dari Abu Zubair katanya;
Seusai shalat setelah salam, Ibn Zubair sering
memanjatkan do'a; LAA ILAAHA ILLALLAAH WAHDAHUU LAA SYARIIKA LAHU, LAHUL MULKU
WALAHUL HAMDU WAHUWA 'ALAA KULLI SYAI'IN QADIIR, LAA HAULA WALAA QUWWATA ILLAA
BILLAAH, LAA-ILAAHA ILALLAAH WALAA NA'BUDU ILLAA IYYAAH, LAHUN NI'MATU WALAHUL
FADHLU WALAHUTS TSANAA'UL HASAN, LAA-ILAAHA ILLALLAAH MUKHLISIHIINA LAHUD DIINA
WALAU KARIHAL KAAFIRUUNA. (Tiada sesembahan yang hak selain Allah semata yang
tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya selaga puji dan Dia Maha Kuasa atas segala
sesuatu. Tiada Daya dan kekuatan selain dengan pertolongan Allah. Tiada
sesembahan yang hak selain Allah, dan Kami tidak beribadah selain kepada-Nya,
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, hanya bagi-Nya ketundukan, sekalipun
orang-orang kafir tidak menyukai).Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam selalu mengeraskan suara
dengan kalimat ini setiap selesai shalat. Dan telah menceritakan
kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibahtelah menceritakan kepada kami 'Abdah bin Abu Sulaiman dari Hisyam bin 'Urwah dari Abu Zubair mantan
budak mereka, bahwa Abdullah bin Zubair biasa
bertahlil sehabis shalat dengan seperti hadis Ibnu Numair, dan di akhir beliau
berkata; Kemudian Ibnu Zubair mengatakan; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam mengeraskan suaranya dengan kalimat ini sehabis shalat. Dan telah
menceritakan kepadaku Ya'kub bin Ibrahim Ad Dauraqi telah
menceritakan kepada kami Ibn 'Ulayyah telah
menceritakan kepada kami Al Hajjaj bin Abu Usman telah
menceritakan kepadaku Abu Zubair katanya;
Aku mendengar Abdullah bin Zubair berkhutbah
diatas mimbar ini seraya berkata; Apabila Rasululah shallallahu 'alaihi
wasallam selesai salam yaitu sehabis shalat, atau beberapa shalat… lalu ia
menyebutkan seperti hadis Hisyam bin 'Urwah. Dan telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Salamah Al Muradi telah
menceritakan kepada kami Abdullah bin Wahb dari Yahya bin Abdullah bin Salim dari Musa bin 'Uqbah, bahwa Abu Az Zubair Al Makki menceritakan
bahwa ia mendengar Abdulah bin Zubair mengatakan;
Yaitu Seusai shalat setelah mengucapkan salam, seperti hadis keduanya. Dan ia
katakan di akhir haditsnya; Abu Zubair selalu membaca bacaan ini dari
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam (HR Muslim 935)
حَدَّثَنَا
إِسْحَاقُ بْنُ نَصْرٍ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ أَخْبَرَنَا
ابْنُ جُرَيْجٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عَمْرٌو أَنَّ أَبَا مَعْبَدٍ مَوْلَى ابْنِ
عَبَّاسٍ أَخْبَرَهُ أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَخْبَرَهُ
أَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِينَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنْ
الْمَكْتُوبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوا بِذَلِكَ إِذَا
سَمِعْتُه. .
Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Nashir berkata,
telah menceritakan kepada kamiAbdurrazaq berkata,
telah mengabarkan kepada kami Ibnu Juraij berkata,
telah mengabarkan kepadaku 'Amru bahwa Abu Ma'bad mantan
budak Ibnu 'Abbas, mengabarkan kepadanya bahwa Ibnu 'Abbas radliallahu
'anhuma mengabarkan kepadanya, bahwa mengeraskan suara dalam berdzikir setelah
orang selesai menunaikah shalat fardlu terjadi di zaman Nabi shallallahu
'alaihi wasallam. Ibnu 'Abbas mengatakan, Aku mengetahui bahwa mereka telah
selesai dari shalat itu karena aku mendengarnya. (HR Bukhari 796)
Ada yang berpendapat bahwa
dzikir dengan mengeraskan suara telah ditinggalkan oleh Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam karena pada waktu itu Beliau melakukannya untuk tujuan
pengajaran kepada makmum. Padahal yang ditinggalkan oleh Rasulullah
adalah mengeraskan suara pada do'a iftitah atau pada sholat berjamaah
ketika sholat dzuhur dan ashar.
Ada yang berpendapat bahwa
dizkir dengan mengeraskan surara telah dilarang oleh Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam atas pemahaman mereka pada hadits diriwayatkan Abu Musa
Al-Asy'ari yang terdapat dalam Shahihain yang menceritakan perjalanan para
shahabat bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Abu Musa berkata : Jika
kami menuruni lembah maka kami bertasbih dan jika kami mendaki tempat yang
tinggi maka kami bertakbir. Dan kamipun mengeraskan suara-suara dzikir kami.
Maka berkata Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang artinya : "Wahai sekalian manusia, berlaku
baiklah kepada diri kalian sendiri. Sesungguhnya yang kalian seru itu tidaklah
tuli dan tidak pula ghaib. Sesunguhnya kalian berdo'a kepada Yang Maha
Mendengar lagi Maha Melihat, yang lebih dekat dengan kalian daripada leher
tunggangan kalian sendiri"
Larangan ini adalah
larangan terhadap para Sahabat karena mereka memang terlampau mengeraskan suara
ketika mendaki tempat yang tinggi.
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ
أَيُّوبَ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ صَلَّى
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْمَدِينَةِ الظُّهْرَ أَرْبَعًا
وَالْعَصْرَ بِذِي الْحُلَيْفَةِ رَكْعَتَيْنِ وَسَمِعْتُهُمْ يَصْرُخُونَ بِهِمَا
جَمِيعًا .
Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb telah
menceritakan kepada kamiHammad
bin Zaid dari Ayyub dari Abu Qalabah dari Anas radliallahu 'anhu berkata;
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan shalat Zhuhur di Madinah empat
raka'at dan shalat 'Ashar di Dzul Hulaifah dua raka'at. Dan aku mendengar
mereka melakukan talbiyah dengan mengeraskan suara mereka pada keduanya (hajji
dan 'umrah). (HR Bukhari 1447)
Bahkan Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam ada mengeraskan suara sambil menyenandungkannya
حَدَّثَنَا
مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ عَنْ
الْبَرَاءِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَنْقُلُ التُّرَابَ يَوْمَ الْخَنْدَقِ حَتَّى أَغْمَرَ بَطْنَهُ أَوْ
اغْبَرَّ بَطْنُهُ يَقُولُ وَاللَّهِ لَوْلَا اللَّهُ مَا اهْتَدَيْنَا وَلَا
تَصَدَّقْنَا وَلَا صَلَّيْنَا فَأَنْزِلَنْ سَكِينَةً عَلَيْنَا وَثَبِّتْ
الْأَقْدَامَ إِنْ لَاقَيْنَا إِنَّ الْأُلَى قَدْ بَغَوْا عَلَيْنَا إِذَا
أَرَادُوا فِتْنَةً أَبَيْنَا وَرَفَعَ بِهَا صَوْتَهُ أَبَيْنَا أَبَيْنَا
. .
Telah menceritakan kepada kami Muslim bin Ibrahim telah
menceritakan kepada kamiSyu'bah dari Abu Ishaq dari Al Barra` radliallahu
'anhu dia berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ikut mengangkuti
tanah pada perang Khandaq, hingga perutnya penuh debu -atau perutnya berdebu-,
beliau bersabda: 'Ya
Allah, seandainya bukan karena-Mu, maka kami tidak akan mendapatkan petunjuk,
tidak akan bersedekah dan tidak akan melakukan shalat, maka turunkanlah
ketenangan kepada kami, serta kokohkan kaki-kaki kami apabila bertemu dengan
musuh. Sesungguhnya orang-orang musyrik telah berlaku semena-mena kepada kami,
apabila mereka menghendaki fitnah, maka kami menolaknya.'
Beliau menyenandungkan itu sambil mengeraskan suaranya." (HR Bukhari 3795)
Jadi yang dilarang adalah suara
yang benar-benar terlampau keras sehingga berdzikirnya tidak menghadirkan hati
(Hudlurul Qalbi).
حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ
بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ حَدَّثَنَا أَبُو بِشْرٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ
جُبَيْرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا فِي قَوْلِهِ تَعَالَى {
وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا } قَالَ نَزَلَتْ وَرَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُخْتَفٍ بِمَكَّةَ كَانَ إِذَا صَلَّى
بِأَصْحَابِهِ رَفَعَ صَوْتَهُ بِالْقُرْآنِ فَإِذَا سَمِعَهُ الْمُشْرِكُونَ
سَبُّوا الْقُرْآنَ وَمَنْ أَنْزَلَهُ وَمَنْ جَاءَ بِهِ فَقَالَ اللَّهُ تَعَالَى
لِنَبِيِّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ { وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ }
أَيْ بِقِرَاءَتِكَ فَيَسْمَعَ الْمُشْرِكُونَ فَيَسُبُّوا الْقُرْآنَ { وَلَا
تُخَافِتْ بِهَا } عَنْ أَصْحَابِكَ فَلَا تُسْمِعُهُمْ { وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ
سَبِيلًا } .
Telah menceritakan kepada kami Ya'qub bin Ibrahim Telah
menceritakan kepada kamiHusyaim Telah
menceritakan kepada kami Abu Bisyr dari Sa'id bin Jubair dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma mengenai
firman Allah: dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan
janganlah pula merendahkannya…, (Al Israa: 110).
Ibnu Abbas berkata; ayat ini
turun ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sembunyi-sembunyi di
Makkah.
Beliau shallallahu 'alaihi
wasallam bila mengimami shalat para sahabatnya, beliau mengeraskannya saat
membaca al Qur`an. Tatkala orang-orang musyrik mendengarkan hal itu, mereka
mencela al Qur`an, mencela yang menurunkannya dan yang membawakannya. Maka
Allah Azza Wa Jalla berfirman kepada NabiNya: ("Dan janganlah kamu
mengeraskan suaramu dalam shalatmu") maksudnya adalah dalam
bacaanmu sehingga orang-orang musyrik mendengarnya dan mereka mencela al Qu`ran
dan: Dan janganlah pula merendahkannya dari para sahabatmu sehingga mereka
tidak dapat mendengarkan dan mengambil Al Qu`ran darimu dan: Maka carilah jalan
tengah di antara kedua itu. (HR Bukhari 4353)
Selain itu larangan mengeraskan
suara dalam berdoa adalah dalam makna majaz (kiasan). Seperti contohnya
"Ya Rabb kabulkanlah doa kami,
paling lambat esok hari" atau doa-doa yang pada hakikatnya
"mengajarkan" Tuhan sesuai keinginan si pendoa atau bahkan
"mendesak" Tuhan untuk mengikuti keinginan si pendoa. Doa-doa seperti
itu walaupun diucapkan lirih ataupun diucapkan dalam hati tetaplah termasuk
keras dalam berdoa.
Dzikir dengan suara dikeraskan
tentulah dalam satu komando, kalau tidak tentu akan timbul kebisingan atau
kegaduhan. Apalagi setiap orang berdzikir dengan suara dikeraskan dengan
untaian dzikir sesuai keinginan masing-masing tentulah berakibat kebisingan
atau kegaduhan.
Sebaiknyalah makmum mengikuti
bacaan dzikir yang dipimpin oleh imam dan ketika bagian doa cukup meng-amin-kan
saja.
Manfaat zikir berjama'ah adalah
kerjasama dalam kebaikan. Salah satu yang hadir dapat "menghantarkan"
dzikir sampai (wushul) kepada Allah ta'ala maka seluruh yang hadir akan
mendapatkan manfaat termasuk mereka yang hadir sekedar duduk saja.
Dalam sebuah hadits qudsi Abu
Hurairah ra meriwayatkan,
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Hatim bin Maimun telah
menceritakan kepada kami Bahz telah
menceritakan kepada kami Wuhaib telah menceritakan
kepada kami Suhail dari bapaknya dari Abu Hurairah dari
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: 'Sesungguhnya Allah Yang
Maha Suci dan Maha Tinggi mempunyai beberapa malaikat yang terus berkeliling
mencari majelis dzikir. Apabila mereka telah menemukan majelis dzikir tersebut,
maka mereka terus duduk di situ dengan menyelimutkan sayap sesama mereka hingga
memenuhi ruang antara mereka dan langit yang paling bawah. Apabila majelis
dzikir itu telah usai, maka mereka juga berpisah dan naik ke langit.' Kemudian
Rasulullah meneruskan sabdanya: 'Selanjutnya mereka ditanya Allah Subhanahu wa
Ta'ala, Dzat Yang sebenarnya Maha Tahu tentang mereka: 'Kalian datang dari
mana? ' Mereka menjawab; 'Kami datang dari sisi hamba-hamba-Mu di bumi yang selalu
bertasbih, bertakbir, bertahmid, dan memohon kepada-Mu ya Allah.' Lalu Allah
Subhanahu wa Ta'ala bertanya: 'Apa yang mereka minta? ' Para malaikat menjawab;
'Mereka memohon surga-Mu ya Allah.' Allah Subhanahu wa Ta'ala bertanya lagi:
'Apakah mereka pernah melihat surga-Ku? ' Para malaikat menjawab; 'Belum.
Mereka belum pernah melihatnya ya Allah.' Allah Subhanahu wa Ta'ala berkata:
'Bagaimana seandainya mereka pernah melihat surga-Ku? ' Para malaikat berkata;
'Mereka juga memohon perlindungan kepada-Mu ya Allah.' Allah Subhanahu wa
Ta'ala balik bertanya: 'Dari apa mereka meminta perlindungan kepada-Ku? ' Para
malaikat menjawab; 'Mereka meminta perlindungan kepada-Mu dari neraka-Mu ya
Allah.' Allah Subhanahu wa Ta'ala bertanya: 'Apakah mereka pernah melihat
neraka-Ku? ' Para malaikat menjawab; 'Belum. Mereka belum pernah melihat
neraka-Mu ya Allah.' Allah Subhanahu wa Ta'ala berkata: 'Bagaimana seandainya
mereka pernah melihat neraka-Ku? ' Para malaikat berkata; 'Ya Allah, sepertinya
mereka juga memohon ampun (beristighfar) kepada-Mu? ' Maka Allah Subhanahu wa
Ta'ala menjawab: 'Ketahuilah hai para malaikat-Ku, sesungguhnya Aku telah
mengampuni mereka, memberikan apa yang mereka minta, dan melindungi mereka dari
neraka.' Para malaikat berkata; 'Ya Allah, di dalam majelis mereka itu ada
seorang hamba yang berdosa dan kebetulan hanya lewat lalu duduk bersama
mereka.' Maka Allah menjawab: 'Ketahuilah bahwa sesungguhnya Aku akan
mengampuni orang tersebut. Sesungguhnya mereka itu adalah suatu kaum yang teman
duduknya tak bakalan celaka karena mereka. (HR Muslim 4854)
Ironis, segelintir kaum muslim
berpegang pada fatwa yang dikeluarkan oleh ulama mereka seperti contohnya yang
tercantum pada http://almanhaj.or.id/content/1501/slash/0
Ulama mereka tersebut termasuk
ulama yang mengaku-aku mengikuti Salafush sholeh namun tidak bertalaqqi
(mengaji) dengan Salafush Sholeh dan tidak juga bertalaqqi (mengaji) dengan
para ulama yang mengikuti Imam Mazhab yang empat. Kita tahu Imam Mazhab yang empat
bertalaqqi (mengaji) dengan Salafush Sholeh.
Ulama besar Syria, Dr. Said
Ramadhan Al-Buthy berdiskusi dengan ulama mereka tersebut dan kemudian
kesimpulan diskusi dituliskan dalam sebuah buku yang berjudul Al-Laa
Mazhabiyah, Akhtharu Bid’atin Tuhaddidu As-Syariah Al-Islamiyah. Kalau kita
terjemahkan secara bebas, kira-kira makna judul itu adalah : Paham Anti Mazhab,
Bid’ah Paling Gawat Yang Menghancurkan Syariat Islam. Ulasan tentang buku
Beliau ada dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/01/18/paham-anti-mazhab/
Ulama mereka tersebut selain
tidak mengikuti Imam Mazhab yang empat, juga meninggalkan apa yang telah
dikerjakan atau dicontohkan oleh para Habib , keturunan cucu Rasulullah yang
mendapatkan pengajaran agama dari orang tua-orang tua mereka yang tersambung
kepada Imam Sayyidina Ali ra yang mendapatkan pengajaran langsung dari
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Bahkan salah satu keturunan
cucu Rasulullah mengatakan dalam tulisannya pada http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=34&func=view&id=22475&catid=9 bahwa
beliau sebenarnya tak suka bicara mengenai ini (menyampaikannya), namun beliau
memilih mengungkapnya ketimbang hancurnya ummat.
Wassalam
Sumber: dokumen no.025 di grup Facebook Pemuda TQN Suryalaya
0 komentar :
Posting Komentar